Ayahku
terbaring dengan segala keluh akan sakit yang beliau rasa. Lebih tiga bulan
hingga tubuhnya seperti tak berdarah, pucat dan lemah. Setiap hari kami harus
bergantian mengurusinya yang tak lagi mampu melakukan banyak hal, bahkan untuk
sekedar bangun dari tempat tidur. Abah, kami memanggilnya kian hari kian tampak
berbeda dari ia yang dulu masih tampak sehat dan bugar.
Pada
hari dimana ku dapati rapot kenaikan kelas. Bahagia bukan main naik tingkat ke
kelas VIII Sekolah Menengah Pertama dengan hasil memuaskan. Bayangan masa depan
rasanya semakin tampak, akan melanjutkan pendidikan ke sekolah yang sejak lama
ku impikan. Hari itu pembahasan seputar kenaikan kelasdannilai memuaskan
menjadi topik paling dibicarakan di rumah kami. Hingga sebuah panggilan khas Abah kepada
anak-anaknya terdengar dari ruangan dimana ia terbaring. Ku penuhi
panggilannya, duduk di sampingnya dan seperti biasa tertunduk tanpa keberanian menatap matanya.
“Kamu
tau kan bagaimana kondisi kita sekarang?, Abah tidak bisa berbuat apapa”,
beliau mengawali pembicaraan dengan pertanyaan yang membuatku mulai gusar. Aku
seperti tau apa yang akan beliau sampaikan, namun berusaha menutupi dan
berharap yang ku fikir tak akan ku dengar.
Tak
sepatah pun kata terucap, hanya mampu
merasakan detak jantung semakin tak beraturan. Hingga saat itu tiba, dan benar
saja rasanya duniaku seketika runtuh. Abah benar-benar memintaku untuk tak melanjutkan
sekolah.
“Kalau sekolahmu disimpan
satu tahun saja nggak masalah kan?, kondisi Abah begini, Ibumu hanya dagang dan
penghasilannya nggak seberapa, jangan dulu lanjutkan sekolahmu”. Ungkapan yang
tanpa basa-basi itu membuatku mematung, sudah tak mampu tertahan linangan air
di kelopak mata. Sebagai penghormatan, ku ucap “iya” dan berlalu meninggalkanya.
Di
balik lemari kayu jati masih di ruang tempat Abah berbaring, tanpa terlihat olehnya aku
sandarkan tubuh dengan perasaan hancur. Membayangkan teman sebaya pergi
bersekolah sementara aku akan menjadi penonton dari balik kaca jendela. berusaha
menahan isak meski air mata semakin menganak sungai. Mama di luar sana
menungguku, walau enggan tapi aku tak punya pilihan untuk membiarkan mama
melihat begitu rapuhnya aku kala itu.
“Nggak
usah khawatir, Allah pasti tolong kita apalagi untuk urusan mencari ilmu. Kamu tetap
akan sekolah”. Mama tau apa yang Abah sampaikan padaku, mungkin karena ini
bukan kali pertama. Sebelumnya Abah juga sempat memintaku tak melanjutkan
sekolah saat aku lulus Sekolah dasar. Tapi aku punya ibu yang luar biasa,
tatkala Abah terlalu pesimis dibalik kemelankolisannya, Mama justru selalu mengejutkannku
dengan optimisme yang kuat akan
kesuksesan kami anak-anaknya.
***
Dari
pengalaman itu aku memahami betul bagaimana Mama dan Abah sangat bertolak
belakang. Dan aku mewarisi kemelankolisan Abah, serta bagaimana ia mudah putus
asa. Tidak menyalahkan Abah dengan segala yang pernah dia putuskan. Kini aku
merasakan betul bagaimana berjuan menjadi diri dengan kepribadian melankolis. Jika
Allah takdirkan Abah dengan kondisi serba berlebihan dari sisi materi, dia
adalah sosok ayah yang baik dan senang
berbagi.
Tak
lama berselang sejak Abah memintaku berhenti sekolah, Allah lebih menyayanginya
dan mengambil sosok Ayah di rumah kami. Setelahnya Aku tetap bersekolah dengan
keteguhan hati Mama juga bantuan dari kakak-kakakku.
Lulus
Madrasah Aliyah (MA) aku mendaftarkan diri ke salah satu Universitas Negeri di
Bandung. Mengambil jalur beasiswa adalah pilihan terbaik karena Mama tidak
memungkinkan membiayai kuliahku. Apa yang terjadi pada seorang Widya Bahri kala
itu adalah berhadapan dengan perasaan ketika diminta Abah berhenti sekolah. Benar…..
aku tidak lulus masuk perguruan tinggi bahkan setelah mengikuti tes-tes dengan jalur
yang lain.
Si
melankolis kembali menunjukkan jati dirinya, aku galau berkepanjangan. Kuliah adalah
mimpi terbesarku, dan rasanya sulit menerima kenyataan untuk menunda
melanjutkan pendidikan. Tapi apa yang bisa aku perbuat selain mengalah pada
takdir. Tidak mungkin memaksa Mama membiayai kuliah sementara aku tau betul
bagaimana beliau berjuang dengan sangat luar biasa hanya untuk membiarkannku
tetap bisa pergi ke sekolah.
Aku
mengalah, bekerja adalah sebuah pilihan yang bijaksana. Hingga tibalah pada
perjuangan yang sesungguhnya. Mulai bekerja di sebuah pusat perbelanjaan
sebagai pramuniaga, aku benar-benar menabung untuk biaya kuliah. Menahan ego
untuk konsumtif terhadap apa yang aku lihat dan inginkan. Hingga satu tahun
setelahnya aku mendaftar ke salah satu universitas negeri dan mimpi demi mimpi satu per
satu mulai ku wujudkan.
Selama
proses menjalani aktifitas sebagai mahasiswa, aku tetap bekerja. Hanya saja
kali ini tidak lagi menjadi pramuniaga, tapi guru taman kanak-kanak dan guru
privat yang setiap hari harus berkeliling dari satu rumah kerumah yang lain. Sangat
menikmati itu sebagai sebuah profesi, dan biaya kuliahku benar-benar tercover dari
pekerjaanku tersebut. Bahkan satu ketika aku pernah bekerja hingga larut malam
untuk bisa membiayai kuliah. Pagi hari adalah guru TK, selepas dzuhur hingga
sebelum margib berkeliling sebagai guru privat dan selepas magrib melakukan kerja
part time di salah satu café di
Sukabumi. Selama kurang lebih satu bulan aku pulang ke rumah pukul 12 malam
hanya untuk tidur dan beristirahat.
Akhirnya lulus
pada akhir tahun 2018, Tahun Ini aku genap berusia 27, selama itu pula banyak kisah yang
dilalui untuk sampai pada titik ini. banyak luka dan kepedihan menghiasi setiap
perjalanan, termasuk ketika Allah kembali mengambil satu sosok paling berharga
dalam hidup. 2016 Mama berpulang tanpa sempat terlebih dahulu bertemu menantu
idamannya, yang menikahiku dua tahun setelah Mama tak lagi menyertaiku dengan raganya.
Satu hal yang senantiasa menjadi sebuah keyakinan, hari ini aku masih bersama Mama dan doa-doa terbaik yang ia panjatkan untuku semasa hidupnya. Aku merasakan optimisme yang sering Mama ungkapkan dulu setiap hendak pergi dari rumah. "Sok sing sholehah, sing hasil pamaksudan, sing suksesdunia akherat,", (Semakin sholehah, semoga tercapai segala tujuan, semoga sukses dunia dan akhirat).
Secuil cerita yang tertuang dalam untaian kata ini, adalah sebuah proses panjang dari kehidupan yang aku jalani penuh makna. Dari semua yang terlewati aku benar-benar belajar banyak hal. nilai-nilai kehidupan yang tidak ku pelajari dimana pun bahkan selama 16 tahun mengenyam pendidikan. Nikmat sekali proses ini, dan aku selalu berharap serta berusaha agar setiap yang menimpaku, baik dan buruk akan selalu memberiku kemampuan untuk senantiasa mengambil ibrah.
Keterangan jenis Tulisan : Cerita pendek
Selalu ada mutiara kehidupan dalam setiap langkah, ya, Kak. Terus semangat! Saya terharu dengan kisah ini.
ReplyDeleteKaaak ih suka banget, ketara banget perjuangannya dan akhirnyaaa bisa sukses yaaa... Uuu semangat kak><
ReplyDeletepada satu sisi yang dikupas tapi keren sekali
ReplyDeleteYou're really a tough woman! Keren banget perjuangannya. Sukses terus ya, kak! 😊
ReplyDeletesemangat teteh ku, salam baktos ka Ibu sareng keluarga
ReplyDeleteWanita kuat, wanita hebat. Semangat terus kak
ReplyDeleteTerharu. Terenyuh membaca ini. Luar biasa kuat.
ReplyDeleteIya, orang tua kita tak jarang berbeda kepribadian dan di situlah peran mereka saling melengkapi.
Kata-kata almarhumah, kasih sayang almarhum semuanya insyah selalu bersama langkah-langkah Kakak. Isnyaa Allah Kakakpun jadi washilah kebahagiaan mereka di alam sana.
Terimakasih telah kuat. Kekuatan dan ketegaran itu ditransferkan pada sanubari pembaca.
Kakak hebat. Sukses selalu,Kak
ReplyDeleteWhaa, walau berliku jalannya, namun berkat perjuangan dan doa, mimpi dapat terwujud ya Kak.. Semangat!
ReplyDeleteAllah selalu punya rencana terbaik untuk setiap umatnya. Insya Allah doa orang tua terkabul,terharu
ReplyDeleteterharuuu... selalu ada hikmah dari setiap hal yang terjadi pada kita kak
ReplyDeleteMasyaAllah, semangat terus ya mbak! :)
ReplyDeleteMasyaalllah, mantap perjuangan nya
ReplyDeleteMasya Allah ... Tetap semangat ya mbaaakkk ... Selalu ada hikmah dibalik kehidupan.
ReplyDeleteselalu percaya bahwa doa-doa dari seorang ibu itu akan menghantarkan kita pada sebuah titik yg paling berokah ya
ReplyDeleteMasyaallah, hebat sekali perjuangan Mbak Widya. Proses nggak akan mengkhianati hasil, Mbak. Tetap semangat ya
ReplyDeleteSemangat terus ya mbak.
ReplyDeletehebat kakk. semangat terus ya kakk
ReplyDeletebaca ceritanya jadi terharu. Meemberikan motivasi untuk memberikan yang terbaik untuk orang tua dan keluarga.
ReplyDeleteMaasyaAllah luar biasa kisah nY kak. Sukses selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah kak, tidak ada kata yang terlambat untuk meraih sesuatu. Bersyukur punya ibu yang mendukung juga mendoakan. Semoga ke depannya, apa yang diusahakan bisa dilancarkan ya kak.
ReplyDeleteSemangat terus ya kak. Apa yang hadir itu adalah yang terbaik menurut Allah. Jangan patah semangat ya kak. Sehat-sehat terus disana
ReplyDeleteSemangat kak.... Janga pantang menyerah. Allah tau yang terbaik untukmu
ReplyDelete