id.pinterest.com |
Pagi ini ku
dapati lagi satu dari sekian banyak
makna hidup yang tampak pada sebuah peristiwa. Seorang gadis tersedu di
hadapan wanita paruh baya yang semakin
terlihat tak mampu menahan kekecewaannya. Malaikat kecil dihadapannya telah
menjelma menjadi sebuah kepedihan. Wanita paruh baya yang tak lain adalah
ibunya mematung dengan tatapan kosong. Sekali pun Sang gadis berusaha memohon
dalam derai.
Teringat
beberapa waktu yang lalu, masih tampak kebahagiaan diantara ibu dan gadis
bermata coklat berambut ikal itu. Dengan penuh cinta Sang ibu tak pernah
meninggalkan rutinitasnya kala pagi menyapa. Menyiapkan sarapan kesukaan putri
semata wayang yang selama hampir 20 tahun hadir sebagai satu-satunya orang yang
menemani di kala apapun.
Hidup
menjalani dua peran sekaligus sebagai ibu juga ayah, dia berjuang memberikan
yang terbaik bagi putri terkasih. Menjadikan masa lalu benar-benar sebagai masa
lalu, sekali pun tak pernah menoleh pada masa paling menyakitkan dalam hidup.
Tatkala ia dan Sang putri kehilangan arah, satu-satunya tumpuan hidup mereka
pergi tanpa sedikit pun kata perpisahan. Hingga kini mereka benar-benar hanya berdua
menjalani hari demi hari.
Dihadapannya
memohon seorang putri kecil yang telah beranjak dewasa. Bersimpuh dengan derai yang semakin sulit tertahan. Tak
pernah terfikir oleh nya, bahwa kepedihan 20 tahun silam akan dikembalikan sang
putri kebanggaan. Sebelum saat ini, tak pernah sekali pun ia dikecewakan hingga
mendapat kepedihan yang teramat dalam.
Di
sudut ruangan, seorang pria dengan wajah tertunduk tak kuasa menahan air mata. Melihat
sosok-sosok yang pernah ia tinggalkan tengah berperang perasaan di hadapannya. Perih
atas pemandangan yang tampak karena kesalahannya. Mengapa tak ia ambil
keputusan lain kala itu?. Setan apa yang membuat ia meninggalkan keduanya?. Kini
tinggallah penyesalan terbesar yang tak akan pernah bisa merubah apapun. Tak pernah
serapuh itu,ia membiarkan air mata semakin mengaliri pipinya.
Sementara
wanita paruh baya dan gadis yang kini tak lagi kecil itu. Saling memberanikan
diri untuk beradu pandang. Tak dapat di pungkiri, isyarat kasih sayang keduanya
berbicara hanya dari tatapan mata. Kini takk ada suara selain isak tangis ketiganya,
tak ada yang mampu mereka rubah dari masa lalu. Sang putri hanya ingin
mengembalikan apa yang sempat hilang darinya. Ia telah amat berusaha, namun
wanita paruh baya itu terlalu sakit mengingat masa lalunya. “Putriku sayang
mengapa kau lakukan ini?”, dalam peluk disertai isak tangis, mereka tak jua
mampu berkata.
No comments:
Post a Comment